-- Antariksa malam

lantang nya
genap misteri
menyembul kelipan
pemuas hati --

ketika biru nyaman berapi
kadang kelabu gerimis mencari
serupa jejiwa dilembah duri
guman di hati mahukan mati

Aku mengagung-mu
yang menyaksi
Aku merajakan-mu
yang memberi

Ya Tuhan

laju waktu mengalih hari
mata berjaga raga berdiri
setiba siang menuntun petang
langsung senja menjelang malam

tidak perlu wicara
yang mesti cuma diam
akan asal segala mula
sebuah pengertian --

jerit nyawa

mungkin-
-- Harus

perih bagi aku
memutus degup yang terbiasa
mendetak nama mu-gemar'
hambar segala

masih aku me-nama
entah mana hujungnya

namun harus
demi menempat dia.
kau menampak bagai kilasan cahaya
sebening menangkis rona gelita
berjalur mendekap sukma-ku
dalam dada mengusir dia (gemar')
apa yang melurut dari lekuk pipimu ?
yang bergenang di-lopak mata
yang jelas memantul getir dari isi dada
dan menitik satu sederasnya

ya airmata ..

apa yang di-taruh olehmu ?
adakah laung bisu yang memekak dengarmu
atau yang tak terjelang oleh inderamu
akan detik silam dan depan
riak laku hikmatnya ingatan

ya airmata

dan yang sering menyilih sedu sedan
rupanya si camar yang mahu pulang
mungkin-kah serik menyerupai reda?
membuat rapuh
hilang upaya
bersuara namun kelu kata

kini
rusak emosi
rabak sanubari
tiada remedi
tiada terminasi

sendiri
masih

kau masih berperan
selaku pengoncang jiwaku gemar'
pengalun lena tika-ku beradu
punca dan titik setiap delusi aku

pulang
Gejala

pada jeda yang sepanjang ini
paling rumit meneka teki
tentang diam ragam bicara
cuma di-duga-duga

benak terlebih genap rona
juga naluri mengusung rahsia
nyata melaut tanpa samudera
malar lemas atas kota

usai-ku gemar
menata bias aksara
melagak segala cara

pulang