te amor

lunak nada
segan sukma
merinding roma
di-lirik manis
di-talun rima
-- oleh dulu
bayang cuma

tiada duga
dia menjeru
mengulur hangat
mendakap aku

mulus tiup aksara-mu
pelangi-kan gelap aku
perlahan sayang
tegal
silam masih menyakat
duka masih melekat

-- mohon teguh
pegang aku erat


-

tidak terjangkau cakrawala
menyidik akal dimata pena
menyoal si mahatahu
perihal syarat di-rencana

Melena suka didalam sepi
namun gerun tuk' sendiri
menabung sunyi dalam puisi
hendak tegar menghadap hari
dengar gemar'
sukma ku menyeru
kan hangus segenap aku
tegal berapi masih disitu
laras angin
berdesir deras
kenyang merakus
serupa ghaib
pohon dari rimba
terlalu
tiba-tiba

ternyata detik mampu melelang
memudar segenap derita panjang
rintisan manis sasau
rentetan nikmat galau
berpusar mendera
suatu
dulu

kini
di pelataran beku
lebur
sedang
aku menulisi
tabir
dengan
puisi
baru.

*pergilah dongeng silam

ditala buana nyata
sepenuh bulan menyala
didondang kias pujangga
lesap tiba disurut bena
sini tiada merasa daya
rusak atma-ku di-sia
mahu berkuat
selagi bisa

mohon.
tercermin asyikku , hadirnya pemuja
longlai watakku , tatkala dicela
dalih ku satu, yakni lazim jiwa
berpaut pada teguh
menjauh dari rapuh

teduh mahuku , bebas inginku
dingin dan suam beragam bayu

kini sederhana melakoni laku
menghindar berparas dua
tidak jadi bidadari syurga
tidak juga syaitan derhaka
aku jadi aku

cukup.
yang payah dimahunya
yang nikmat dimungkirnya
demi gelar terpateri
busur merejam direlanya
sudah sumbang
sudah canggung
masih yang menduri diertinya
Aduhai seorangnya
menjilat lunas cairan mata
meretas nyawa
melalak cedera

-aku
dan kamu
mulai meleleh
pada birahi palsu
gulana nan memaku
serupa aku dulu -

dan kini kamu
mencicip tubuh halus mu
melayang tanpa tuju
tidak dipeduli oleh aku
seakan kamu dulu -

Ampun sayangku
patah hati
benar mengasuh aku